Blog

Cuplikan Buku Harian Konselor: Dede Suprihatin & Suwaibah

Mungkin beberapa orang bertanya-tanya, seperti apa sih pelaksanaan Konseling Pendidikan Keluarga untuk Pencegahan Stunting 1000 HPK? Kayak gimana kerjaan konselor pendidikan keluarga? Cuplikan ini memberikan gambaran keseharian para konselor saat bertugas.

 

Selasa, 6 Oktober 2020.

Hari ini kami kembali menjalani tugas kunjungan konseling keluarga. Lokasi sasaran untuk hari ini adalah Desa Bendungan, Kecamatan Ciawi. Tepat pk. 10.30 kami menstarter motor, berangkat dari PAUD menuju lokasi. Cuaca hari ini cerah, seolah-olah menyinari hati kami yang penuh semangat. Perjalanan rumah klien pun cukup lancar, walaupun ternyata motor kami tidak bisa masuk ke gang sempit menuju rumah klien. “Ah, tidak masalah,” pikir kami. Setelah menitip motor di halaman warga lain, kami lanjut berjalan sehat.

Sekitar pk. 11.00 kami tiba di lokasi. Pintu terbuka, seorang anak remaja menggendong bayi. Kami pun tertegun. “Ieu klien teh? [Ini kliennya?]” kami bertanya dalam hati. Betapa tidak, klien kali ini masih sangat belia. Semestinya dia masih sibuk ngobrolin artis Korea idola bersama teman sebayanya, bukan berkutat dengan popok bayi. Paras wajah lelah dan tatapan sayu memperlihatkan jelas beban hatinya. Setelah berkenalan, kami membuka percakapan dengan menyampaikan tujuan kunjungan, yakni menyampaikan konseling pencegahan stunting pada 1000 HPK.

Sambil membuka modul, kami pun mulai menjelaskan mengenai 1000 HPK dan stunting. Klien kami ternyata baru berusia 16 tahun, menggendong bayi yang baru berusia 18 hari. “Ini mah bocah banget, seperti bicara dengan anak sendiri,” gumam kami dalam hati. Saat itu kebetulan sang bayi sedang tidur pulas. Dari obrolan berikutnya kami mengetahui bahwa klien ini mengalami kehamilan saat pacaran. Namun akhirnya dia menikah, dan beruntung sang bayi lahir selamat dengan berat 2,9 kg dan panjang 48 cm. Pertanyaan-pertanyaan berikutnya dijawab klien dengan malu-malu, ragu-ragu, dengan suara pelan setengah berbisik. Sesekali dia berteriak dalam Bahasa Sunda, “Mamaaaah, ku Mamah we jawabna. [Bu, Ibu saja yang menjawab]” hingga akhirnya ibu sang klien pun bergabung.

Ketika ditanya mengenai stunting, klien mengaku pernah mendengar, tetapi tidak mengetahui betul-betul artinya. Pembicaraan kemudian beralih ke masalah yang dihadapi dalam keseharian klien dalam perawatan bayi maupun diri sendiri sebagai ibu menyusui. Seolah mengadu, ibu sang klien langsung menyambar, “Males Bu, jam segini aja belum mandi, belum makan. Itu si bayi juga ga pernah dibawa keluar.” Kami tersenyum, walaupun dalam hati geleng-geleng kepala. Kami mencoba berempati, barangkali sebagai ibu baru dia masih menyesuaikan diri. Mungkin juga hatinya malu, risih, dan belum menerima keadaan. Namun di penghujung sesi kami pun memotivasi klien untuk lebih rajin mandi dan memerhatikan pola makan dan minum yang dianjurkan bagi ibu menyusui.

Sekitar pk. 12 siang kami pun pamit seraya memberikan kalender pesan 1000 HPK untuk digantung dan dibaca di rumah. Sang ibu muda tersenyum dan berterima kasih.

 

Rabu, 21 Oktober 2020.

Hari ini cuaca nampak mendung, bahkan kemudian hujan. Namun kami tidak patah semangat melaksanakan kunjungan konseling kedua. Kami tiba di lokasi sekitar pk. 11 siang. Kali ini klien nampak lebih terbuka bicara dengan kami.

Pada pertemuan ini kami menjelaskan mengenai pentingnya gizi ibu menyusui, karena dari situlah gizi ASI berasal. Selain gizi untuk pertumbuhannya, bayi memerlukan stimulasi untuk perkembangannya. Semua orang tua tentu berharap anaknya tumbuh sehat, pintar, soleh, tetapi harapan ini tidak terjadi dengan sendirinya. Sang ibu mengiyakan, sambil menyebutkan beberapa upaya yang telah dilakukannya: memberikan ASI dan imunisasi.

Ketika ditanya mengenai gizi ibu menyusui, sang ibu mengaku biasa mengkonsumsi nasi dengan baso atau lauk lainnya yang sederhana. Malu-malu klien mengaku bahwa dia tidak suka sayuran. “Mengapa?” kami mencoba menggali. “Alim ah, alim we [Ah, tidak mau, karena ya tidak mau],” jawabnya bersikukuh. Kami pun tidak memaksa.

Pembicaraan berlanjut ke masalah lain yang dihadapi klien dalam pengasuhan dan perawatan 1000 HPK. Klien mengaku sering merasa malas, ngantuk, dan lemas. Dalam hati kami menyimpulkan, masalah terbesarnya lebih berasal dari diri sendiri, yaitu motivasi. Namun setidaknya dia telah menyadari masalahnya, dan ini merupakan langkah awal dari perbaikan diri.

Pertemuan hari ini merupakan sesi konseling terakhir. Dari dua kunjungan singkat, kami membangun kesepakatan dengan klien untuk belajar menyukai sayuran, banyak minum, rajin mandi pagi, menjemur bayi di pagi hari, dan membawa bayi ke Posyandu. Ibu muda ini cerdas, semua informasi tentang pencegahan stunting dan 1000 HPK yang telah kami sampaikan diingat dan dapat diulanginya tanpa kesulitan. Masa depannya masih panjang. Namun menjadi ibu di usia remaja memang tidak mudah, terlebih di zaman sekarang. Sebelum berpamitan, kami mengingatkan agar kalender pesan 1000 HPK dibaca dan dipraktekkan. Klien pun mengiyakan, seraya berterima kasih atas pengetahuan baru yang diterimanya. Kami pun pulang dengan perasaan lebih ringan.